Daerah

Tolak Revisi RUU Penyiaran Puluhan Wartawan Kepung Gedung DPRK Lhokseumawe

Aradionews Lhokseumawe – Puluhan wartawan dari berbagai lintas profesi menggelar aksi tolak revisi RUU penyiaran dengan melakukan teatrikal mengikat diri dengan danger line dan melakban mulut di Simpang Jam dan Gedung DPRK Lhokseumawe, Jumat (31/5/24).

Aksi ini dilakukan kalangan wartawan menolak secara tegas dilakukan revisi UU Penyiaran oleh DPR-RI, karena terdapat beberapa pasal membungkam tugas wartawan.

Aksi jurnalis yang berlangsung sekitar pukul 10.00 Wib, melakukan berbagai adegan protes dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan penolakan revisi RUU penyiaran.
Bahkan melilit danger line kuning bertuliskan Caution Do Not Enter yang mengikat tubuh para wartawan di Simpang Jam Jalan Merdeka.

Bahkan ada juga yang melakban setiap mulut wartawan sebagai pertanda dibungkamnya kebebasan pers.

Massa kembali berorasi secara bergantian di halaman Kantor DPRK Lhokseumawe. Seperti Ketua IJTI Korda Lhokseumawe, Armia Jamil, Ketua Harian PWA Pusat, Armiadi AM, Ketua AJI Lhokseumawe, Zikri Maulana, Mantan Ketua AJI Lhokseumawe, Irmansyah, Wakil Ketua PWA Pusat, Rahmad YD, Pengurus IJTI Korda Lhokseumawe, M.Jafar, Ketua PWI Aceh Utara, Halim dan beberapa orator lainnya.

Pendemo turut membentangkan sejumlah spanduk dan poster bertuliskan kalimat protes terhadap revisi UU penyiaran tersebut.

Setelah silih berganti melakukan orasi, ternyata tidak ada satu wakil rakyat pun yang keluar menyambut para wartawan.

Setelah diteriaki para wartawan yang mempertanyakan keberadaan wakil rakyat, akhirnya hanya dua anggota dewan yang muncul yaitu T. Sofianus dan Taslem. Sedangkan wakil rakyat yang lain justru tidak hadir dan tidak masuk kantor dengan berbagai alasan.
Wartawan merasa kesal lantaran terkesan tidak profesional Anggota DPRK Lhokseumawe dalam bekerja dan tidak peka dengan aspirasi dan tuntutan para wartawan.

Koordinator Aksi Jurnalis Pase Muhammad Jafar, mengatakan jurnalis Kota Lhokseumawe dan Kab. Aceh Utara umumnya Aceh, menolak tegas pasal-pasal bermasalah pada revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Lantaran berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.

“Revisi Undang-Undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik,” kata Jafar, didampingi sejumlah ketua organisasi lainnya di sela-sela aksi.

Jafar menilai sejumlah pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media, yang memberitakan hal-hal dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

“Hal itu jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi telah kita perjuangkan bersama. Mengingat akan terancamnya kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kriminalisasi jurnalis serta mengancam independensi media,” cetusnya.

Tidak hanya jurnalis, sebut Jafar, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran tersebut juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal.

“Kita mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini,” ucap Jafar.(aradio/Rill)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *